MEREKA YANG BERTAHAN

SAAT PANDEMI

Selama pandemi Covid-19, nyaris seluruh lini kehidupan kita berubah. Kehidupan ekonomi hingga sosial pun tak lagi sama. Mau tidak mau, adaptasi menjadi cara bertahan di masa yang penuh ketidakpastian. Namun, selalu ada cara agar menjadikan tantangan ini berubah wujud jadi lebih baik.

 

Setelah beradaptasi selama 20 bulan dan berproses dengan keadaan, ada banyak keterbatasan yang dihadapi namun juga lahir sejumlah peluang baru. Dalam menghadapi keadaan ini dibutuhkan sosok seorang pemimpin yang bisa responsif memberikan solusi supaya bisa selamat melewati krisis.

 

CEO of ITC Group of Companies, Victor Chan, menjelaskan bahwa setidaknya ada tiga hal yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin untuk bisa menaklukkan setiap tantangan di era pandemi, yaitu antisipasi, fleksibilitas, dan adaptasi. Antisipasi di sini berarti bahwa pemimpin mesti memperkaya pengetahuan dan mampu menyeleksi data-data secara tepat.

 

Memprediksi masa depan dunia setelah pandemi Covid-19 sangatlah kompleks, berbeda halnya saat sebelum pandemi. Setelah pandemi menerjang, berbagai tatanan kehidupan dunia seketika berubah secara signifikan dan hal itu tentunya memengaruhi masa depan.

 

Pemimpin juga dituntut fleksibel, yang berarti selalu siap dengan berbagai perubahan yang terjadi. Misalnya perubahan terkait kebijakan pembatasan sosial.  “Beberapa waktu terakhir ini, pemerintah Indonesia misalnya melakukan buka-tutup PPKM. Kebijakan ini tentu bukan perkara mudah tapi para leader harus bisa fleksibel menghadapi kebijakan-kebijakan seperti ini,” jelas Victor dalam ITC Virtual Leadership Seminar 2021, Kamis (14/10).

Pemimpin dituntut fleksibel dan selalu siap dengan berbagai perubahan yang terjadi.

Tak hanya itu, pemimpin juga dituntut untuk bisa beradaptasi dengan segala perubahan yang terjadi selama pandemi Covid-19. Adaptasi pemimpin juga cakupannya luas, mulai dari bersikap adaptif dalam mengambil keputusan hingga mengoptimalkan pemanfaatan teknologi digital.

 

Ia juga mengungkap berbagai perubahan di masa pandemi dan setelah pandemi. Untuk masa pandemi, perubahan itu mencakup keharusan memakai masker, menjaga jarak fisik, pembatasan hingga penutupan perbatasan dan lain sebagainya.

 

Sementara perubahan jangka panjang setelah pandemi Covid-19 terbilang cukup kompleks karena  dunia akan semakin berkembang menjadi serbadigital. Perubahan iklim dan penuaan penduduk juga menjadi tantangan yang bakal dihadapi di era pascapandemi. “Dan untuk menghadapi itu para pemimpin harus terus fleksibel, antisipasi dan adaptasi,” jelas Viktor.

 

Victor Chan menambahkan bahwa kita tidak tahu sampai kapan pandemi ini akan berlangsung. Pemerintah dan pihak berwenang sudah mengakui bahwa Covid-19 adalah penyakit endemik dan kita semua harus mempersiapkan diri untuk menghadapinya.

Tentu satu hal yang paling bijaksana adalah mendorong masyarakat untuk menjalankan keseharian mereka dan beroperasi dengan aman pada masa ini dan tidak selalu menunggu solusi, bantuan, atau instruksi dari pemerintah. “Warga dan komunitas, bisnis dan sekolah, kelompok dan individu harus lebih banyak berbagi, bertukar, dan berkolaborasi agar dapat bergerak maju, dengan aman dan sukses,” kata dia

FREEPIK

FREEPIK

Asah keterampilan

 

Dalam kesempatan yang sama, Jenny Lee, Chief Operating Officer ITC mengatakan bahwa keterampilan menjadi faktor penting yang perlu diasah agar setiap individu bisa tetap bertahan bahkan bangkit dari pandemi Covid-19.

 

Karenanya menurut Jenny Lee, alih-alih memecat karyawan, perusahaan lebih baik memberikan pelatihan rebranding. “Skill (keterampilan) itu harus terus diasah selama pandemi. Saya baca dari berbagai sumber bahwa skill itulah yang membuat seseorang bertahan dan bisa beradaptasi,” kata Jenny Lee.

 

Ia juga menyinggung bagaimana pentingnya literasi digital di era pandemi. Sebab bagaimana pun, selama pandemi, semua orang dari berbagai kelompok usia “dipaksa” untuk melakukan berbagai kegiatan berbasis digital.

 

Sebelum pandemi teknologi digital sudah ada dan berkembang di berbagai negara termasuk Indonesia, namun gerak-gerik digital masih terbatas. Ketika pandemi, semua orang mau tidak mau harus bercengkerama dengan teknologi. “Pada akhirnya kita secara sukarela masuk ke dalam proses digitalisasi tersebut. Misalnya e-commerce, karena pandemi makin banyak kan orang yang berbelanja online. Begitu juga sekarang lebih masih pertemuan atau rapat online, padahal sebelum pandemi itu tidak familiar,” kata dia.

 

ITC merupakan pionir di Indonesia yang menggunakan platform Accelevent, sebuah platform digital hybrid event management yang komprehensif.

 

Bersama dengan para pemangku kepentingannya, International Test Center (ITC) menginisiasi kolaborasi ketiga sektor yaitu pemerintah, industri, dan pendidikan untuk memahami perubahan apa yang terjadi dan antisipasi ke depannya.

Skill (keterampilan) itu harus terus diasah selama pandemi. Saya baca dari berbagai sumber bahwa skill itulah yang membuat seseorang bertahan dan bisa beradaptasi.

Tepat Terapkan Teknologi Digital

FREEPIK

Salah satu pembelajaran berharga dari pandemi diungkapkan oleh President Direktur Wall Street English (WSE) Indonesia, Kish Gill. Dia mengatakan salah satu tantangan yang dihadapi perusahaannya ihwal bagaimana melayani para peserta kursus agar bisa melanjutkan pelajaran bahasa Inggris selama pandemi.

 

“Jadi strategi yang kami terapkan saat itu adalah penerapan teknologi digital yang tepat. Kedua, mengurangi pengeluaran sebisa mungkin. Ketiga, bagaimana kita bisa beradaptasi untuk berjualan secara daring dengan memakai tools yang ada,” kata Kish dalam acara pertemuan virtual.

 

Berkaca dari pengalaman itu, menurut Kish, menghadapi tantangan bukan tentang strategi atau teknologi, tetapi staf bisa beradaptasi dengan kondisi kerja yang berbeda dan merangkul sistem baru. “Itu tantangan luar biasa. Menurut saya, mindset-nya yang harus diubah kalau kita mau bertransformasi,” kata Kish.

 

Di bidang lain, asisten editor Kompas.com, Firzie A Idris menjelaskan pandemi bukan tantangan pertama di dunia media. Dia menyebut tantangan awal yang dihadapi media adalah digitalisasi beberapa tahun lalu. “Sekarang ini, persaingan bukan tentang media lawan media. Namun, media bersaing melawan influencer, content creator,” ujar dia.

 

Di masa sekarang ini, Firzie menyebut media bisa bertumbuh karena suara “kebisingan” di internet, khususnya media sosial. Selama 1,5 tahun ini, Firzie menyoroti bahwa informasi yang beredar bukan suatu informasi, tetapi sumber kecemasan. “Banyak sumber hoaks dan informasi yang beredar di grup (aplikasi pesan instan) WhatsApp. Di sini peran kita sebagai media harus ditingkatkan,” kata dia.

FREEPIK

Jika menengok studi UNICEF pada 2016 tentang hanya satu dari 1.000 orang Indonesia yang serius membaca buku dalam waktu satu tahun, Firzie mengatakan bahwa media berhadapan dengan orang-orang yang kemampuan berpikir kritisnya kurang.

 

Studi itu, menurut dia, menunjukkan bahwa kemampuan membaca penduduk Indonesia mungkin tidak seintens warga negara lain. “Makanya kita sebagai media harus memiliki expertise (kemampuan) lebih untuk memberikan informasi kepada mereka, yang bisa mereka terima dengan baik,” ujar Firzie.

 

Firzie menilai bahwa tetap kompetitif di era pandemi berarti siap menerima perubahan. “Meskipun banyak yang terkena dampak karena pandemi, tetapi kita harus melihat ke depan untuk siap menghadapi apa yang tidak terduga,” kata dia.

 

Ketua Komite Paralimpiade Nasional (NPC) DKI Jakarta, Dian D.M Jacobs menjelaskan dunia olahraga juga tak luput dari proses beradaptasi selama pandemi. Misalnya saja, dia menceritakan persiapan atlet untuk berlaga di Paralympic Games Tokyo 2020 beberapa waktu lalu. “Kita berlatih dengan cara yang berbeda. Bahkan, kita selalu menjalani tes PCR (uji usap) setiap hari selama satu minggu sebelum berangkat ke Tokyo,” kata Dian.

 

Jika biasanya para atlet mengadakan latih tanding sebelum berangkat, persiapan kali ini tidak melakukan pengujian itu. Bahkan, latihan memiliki batas waktu, karena harus bergantian dengan atlet lainnya. Selain itu, satu kamar hanya ditempati satu atlet demi keamanan dan kenyamanan bersama. “Kita berjuang saja dan berfikir positif bagaimana bisa meraih medali untuk Indonesia,” ujar Dian.

top